Monday, October 24, 2011

My Second Story : The Adventure of Sandy and Landy

Sandy and Landy

        Sandy dan Landy adalah 2 gadis kembar yang sangat berbeda. Sandy pemberani, sedangkan Landy pemalu dan penakut. Sedangkan Sandy cantik, Landy imut. Sandy juga adalah seseorang yang membuat orang lain merasa ditantang. Tapi, Landy, ia agak menutupi image-nya bila sedang di tengah keramaian. Sandy agak tomboy, sedangkan Landy sangat feminim.
        Mereka bersekolah di ‘West Hollywood High School’ di Hollywood. Mereka pindah ke Hollywood dari Hawai 4 tahun lalu. Mereka juga memiliki seorang sahabat, John. Sandy-Landy memiliki bakat mereka masing masing. Sandy, selain jagoan memanjat, berlari, dan surfing, ia juga jago balet. Sandy adalah gadis paling atletis di sekolahnya, dan Sandy juga bergabung dalam kelompok ballerina sekolah. Kalau Landy, dia jago senam dan ber-acting, sehingga dia bergabung dengan kelompok teater sekolahnya.












Persiapan Sandy-Landy Untuk Pertunjukkan

        Hari ini sekolah Sandy-Landy kedatangan 5 duta besar dari luar negeri dan walikota Hollywood. Kedatangan mereka adalah untuk menghadiri turnamen bulu tangkis dan bola voli di Los Angeles dan turnamen itu diselenggarakan di sekolah Sandy-Landy. Makanya, kepala sekolah serta staf-staf lainnya sepakat akan mengadakan 2 pertunjukkan dan 2 pertandingan olahraga sebagai acara penyambutan tamu-tamu kehormatan mereka. Balet dan teater sebagai acara penyambutan, kemudian, baru dilanjutkan dengan lomba voli dan bulu tangkis.
        Dan sekarang, Sandy-Landy sedang bersiap-siap di dalam studio balet dan studio teater.
        “Ini pasti akan menjadi pertunjukkan terbaik. Dan aku-lah yang akan menjadi sorotan lampu!” kata Pearch, seseorang yang iri pada Sandy.
        “Pearch, bukankah penari utamanya Sandy dan John? Jadi, mereka-lah yang akan menjadi sorotan lampu.” protes Colline, pemain musik piano. Dia memang menyukai Sandy sejak pertama bertemu (bukan berarti Colline cinta pada Sandy, ya...). Menurutnya, Sandy itu sangatlah keren. Pearch langsung menatap Colline dengan sinis. Lalu, di saat bersamaan, Sandy dan John muncul dari ruang kostum. Semua orang menganga sambil memperhatikan kecantikan Sandy dan ketampanan John.
        “Ada apa? Aku tau kalian memiliki pikiran sama denganku tentang kostum lemon ini kan? Sangat jelek dan terlalu centil.” Sandy langsung mengkritik baju balet yang ia pakai. Padahal, semua gadis di situ ingin sekali memakai kostumnya Sandy.
“Sandy, menurutku kau sangat cantik memakai kostum itu lho!” Sandy langsung memutar bola matanya saat John mengucapkan kata ‘cantik’. Saat Sandy menemukan kostum putih bergambar mawar hitam tergeletak di kursi rias, ia langsung menyambarnya dan membawanya ke pelatih baletnya, Ms. Switzy.
        “Miss, aku ingin mengganti kostum ini dengan kostum yang satu ini. Boleh kan?” kata Sandy dengan nada memohon.
        “Tidak. Kostum itu untuk ballerina pendamping. Kaukan ballerina utamanya, Sandy. Sekarang rapikan rambutmu! Tamu kita akan datang dalam 15 menit.” bantah Ms. Switzy sambil terus mencatat di agendanya.
        “Payah!” gumam Sandy pelan. Lalu, ia duduk di atas kursi rias dan merapikan rambut birunya.
        Landy sedang memakai bandana favoritnya. Ia juga memakai shadow yang ia pinjam dari Sandy. Saat itu juga Vanessa yang biasa dipanggil Nessie, musuh bubuyutan Landy, datang menghampiri Landy.
        “Putri kesiangan sedang berdandan ya?” ejek Nessie.
        “Mau apa kau kesini?” kata Landy sambil berdiri. Saat Landy berdiri, pandangan terpukau muncul dari mata Nessie. Ia sangat mengagumi gaun yang dipakai oleh Landy. Peran Nessie hanyalah menjadi sebuah pohon. Dan, itulah alasannya mengapa ia terus menerus mengganggu Landy (yang berperan sebagai putri atau pemeran utama ceritanya) agar Landy minder dan menukar peran dengan Nessie. Landy langsung meninggalkan Nessie sendirian di dalam ruang kostum karena tidak mau memulai masalah.
        Landy berjalan menuju panggung. Ia masih memiliki waktu bersiap-siap selama 15 menit. Penyelenggaraan pertunjukkan balet dan teater diadakan bersamaan, itu berarti Sandy-Landy akan tampil secara bersamaan. Landy terlihat membersihkan debu-debu kecil di menara plastiknya. Lalu, Landy berjalan lagi menuju lorong di depan aula yang akan menjadi tempat pertandingan olahraga nanti. Dan, ia melihat barisan tamu-tamu sedang berjalan dalam lorong aula. Saat itu juga, Landy sadar mereka adalah tamu-tamu yang ditunggu-tunggu oleh Sandy-Landy. Landy segera pergi ke studio balet dan memberitahu Sandy.
        “Sandy, barisan tamu sudah berada di lorong depan aula!” seru Landy saat sudah memasuki studio balet.
        “Apa kau bercanda?! Mereka seharusnya datang 10 menit lagi!” seru Sandy tak percaya.
        “Tapi mereka benar-benar berjalan di dalam lorong aula sekarang. Mr. Tom sedang ‘berpidato’ di depan mereka.” kata Landy.
        “Payah! Lebih baik aku memberitahu yang lain.” kata Sandy. Landy berlari keluar studio balet dansegera pergi ke studio teater. “Bersiaplah di belakang panggung semuanya! Tamu kita telah tiba! Ya ampun! Karena kerusakan telepon di studio balet Mr. Tom tidak bisa menghubungi kita. Ayo semuanya! Bersiap!” seru Ms. Switzy antusias. Sandy, John, dan ballerina lainnya berlari ke belakang panggung. Sandy dan John memakai sepatu balet mereka. Colline dan pemusik lainnya bersiap di depan alat musik mereka masing-masing. Sedangkan, ballerina lain bersiap di posisi-posisi mereka.
        Landy juga memberitahu teman-temannya, Mrs. Mackey, dan Mr. Mackey. Selain Nessie, yang lainnya malah mengeluh. Hanya ada satu alasan mengapa Nessie sangat senang.
        “Para tamu pasti akan memperhatikan aku.” kata Nessie dengan nada congkak.  Saat Landy berbalik menatap Nessie, ia melihat muka Nessie (yang ia rias sendiri) sangat menor. Lipstik merah, shadow yang tebal, dan blush-on merah tebal. Landy sendiri langsung menutup mulutnya untuk menahan tawa. Walikota Hollywood beserta staf-staf yang lain memilih menonton teater. Sedangkan 5 duta besar dari Inggris, Prancis, Belgia, Australia, dan Spanyol yang semuanya wanita memilih untuk menikmati tarian balet.









Pertunjukkan Dimulai

        Sandy sangatlah percaya diri tanpa ada rasa gugup berdiri sambil memegang tangan kirinya John di belakang panggung (bersiap bila tiba-tiba tirainya dibuka, berarti mereka harus tampil). Sedangkan ia bingung melihat John yang sepertinya kena demam panggung.
        “John, jangan katakan demam panggungmu kambuh lagi!” bisik Sandy dengan nada agak marah.
        “Aku… aku… aku tidak demam panggung kok. Percayalah.” jawab John gugup berusaha tersenyum.
        “Kalau begitu kenapa kau gemetar dan kau berkeringat sebesar biji jagung seperti itu?!” bentak Sandy. Lalu, Sandy mengambil saputangan dari dalam tasnya dan memberikannya pada John, “Cepat keringkan keringatmu dan berhenti bergetar. Nanti saat dalam bagian kau menggendongku, aku malah jatuh!” John menerima saputangan milik Sandy dan mengeringkan keringatnya. Ia juga berusaha keras untuk tidak gemetaran terus. Karena, bila John gemetar terus, is bisa mencengkram tangan Sandy sampai remuk. Pearch yang melihatnya secara langsung bertatapan sinis pada Sandy. 
        Landy menarik napas panjang. Ia sangat gugup. Karena Landy tahu bahwa dia-lah yang akan menjadi sorotan lampu. Dan itu-lah satu-satunya alasan mengapa Landy sangat gugup. Saat Nessie mengetahui kondisinya Landy, ia segera mencuri kesempatan untuk menggoyahkan semangat Landy.
        “Hai, Landy. Kau gugup ya?” kata Nessie pura-pura iba, “Kalau pak walikota mengetahui hal ini. Ia pasti akan malas memperhatikanmu. Lebih baik, kau menjadi pohon saja. Walaupun kau gugup, takkan ada yang melihatmu!”
        “Tapi, siapa yang akan menjadi putri?” tanya Landy.
        “Pastinya aku! Siapalagi memangnya?” Landy berpikir sebentar. Lalu, ia sadar Nessie mencoba menggoyahkannya agar minder.
        “Tidak! Aku tidak akan semudah itu masuk jebakanmu! Dasar keturunan monster LOCH NESS!!” bentak Landy. Ia pun berjalan menuju panggung dan bersiap untuk tampil 3 menit lagi. Mendengar kata ‘Loch Ness’, Nessie menggerutu penuh emosi. Padahal, Landy yang pemalu tidak biasanya membalas ejekan orang lain dan bersikap tegas. Tapi, kali ini sepertinya Landy sudah tidak tahan lagi.
        Para ballerina, kecuali Sandy dan John (karena mereka belum disuruh tampil), menari ke atas panggung. Mereka menari dengan pasangan mereka masing-masing. Pearch kesal karena ia harus menari dengan cowok terjelek yang pernah ia lihat, Dylan. 5 menit kemudian, para ballerina itu menyingkir membentuk sebuah jalan. Sandy dan John sembari berpegangan menari-nari dengan anggun. John yang masih bergetar, dicengkeram keras tangannya oleh Sandy agar tidak bergetar, akhirnya John tidak bergetar lagi. Gerakan Sandy sangat lemah gemulai. Semua penonton sangat memperhatikan Sandy dan John. Dan, hal itu benar-benar membuat Pearch jengkel karena iri.
        Landy berpura-pura jatuh di dalam hutan di atas panggung teaternya. Setelah itu, ia juga ber-acting menangis (air matanya asli, lho!). Mr. Mackey sebagai pelatih tokoh teater, memelototi Nessie yang sedang mengerucutkan bibirnya dan menyipitkan matanya agar tersenyum. Akhirnya, dengan terpaksa Nessie tersenyum. Saat itu juga, muncul Cameron, ia berperan sebagai pangerannya Landy, tepat melintas di depan Nessie. Ternyata, Nessie sangat mengagumi Cameron! Cameron menghampiri Landy dan pura-pura menolongnya. Nessie tambah benci pada Landy.







Tempat Rahasia

        Saat pertunjukkan balet dan teater selesai dan para tamu pergi menuju aula untuk melihat pertandingan olahraga, Sandy-Landy dan John keluar dari studio mereka. Mereka akan makan malam bersama di restoran Italia. Sandy sangat ingin melahap lasagnya secepatnya. Landy ingin memakan Frutti di mare favoritnya. John juga lapar dengan penne pesto-nya.
        “Akhirnya, aku bisa melewati semua masa gugupku!” seru Landy senang.
        “Kita ke rumah kalian untuk ganti baju atau langsung ke restoran Lucky Italian (nama restorannya)?” tanya John. Tadi John mampir ke rumah Sandy-Landy, dan ia menitipkan barang-barangnya di rumah mereka.
        “Langsung ke restoran aja deh. Aku lapar,” keluh Sandy. John kelihatan melirik ke arah Sandy, “Ada apa? mengapa kau menatapku dengan tatapan bingung seperti itu?” Ternyata, John tidak menatap Sandy. Ia menatap sebuah pintu di belakang Sandy. Tadi, John mendengar sebuah suara.
        “Aku mendengar suara dari pintu itu.” kata John.
        “Aku takut. Itu kan pintu menuju ruangan tua. Kata yang lain, ruangan tua itu sangat angker.” kata Landy dengan nada takut.
        “Masa sih kau masih percaya tentang isu itu! Kau itu seperti anak TK saja! Takut sama hantu!” seru Sandy tak percaya pada Landy, “Aku juga lama-lama penasaran, apa yang ada di dalam ruangan tua itu.”
        “Kalau begitu, ayo kita dengarkan baik-baik!” ajak John. John menempelkan telinga kirinya ke pintu kayu yang menjadi jalan masuk ke ruangan tua. Setelah itu, Sandy ikut nguping. Sedangkan Landy memegang pinggang Sandy karena takut.
        “Tidak ada suara apa-apa.” kata Sandy. Tiba-tiba, Pearch dan Nessie (saudara yang senasib) berniat mengejutkan Sandy-Landy dan John (walaupun Pearch ingin membuat pengecualian untuk John tapi tidak diizinkan oleh kakaknya, Nessie). Saat mereka mendorong Sandy-Landy dan John agar kaget, mereka malah mendorong Sandy Landy dan John masuk ke dalam ruangan itu (sambil terjatuh) karena pintu kayunya terbuka. Saat itu juga, pintu itu menutup kembali dan membuat Sandy-Landy dan John terkunci di dalamnya. Pearch dan Nessie yang kaget juga, langsung meninggalkan tempat kejadian itu.








Jatuh Ke Dalam Lubang

        “Hebat! Kita terkurung di sini gara-gara 2 idiot bersaudara itu!” bentak Sandy. Landy terus mencengkeram tangan kanan Sandy karena takut. John menarik pintunya agar terbuka, tapi, usahanya sia-sia.
        “Ayo kita cari jalan keluar lain.” ajak John.
        “Kita lebih baik di sini dan berteriak minta tolong. Aku tidak mau masuk dalam kegelapan yang lebih. Ini saja kita mendapatkan cahaya dari sela-sela pintu. Betul ‘kan, Sandy?” kata Landy.
        “Percuma. Takkan ada orang yang bisa mendengar kita!” bentak Sandy agak jengkel. Senyum John tiba-tiba merekah, ia langsung mengeluarkan senter kecil dari dalam saku celananya, “Senter!”
        “Kau terlambat!” bentak Sandy, “Ayo kita cari jalan keluar!” Mereka membentuk barisan. Yang terdepan, John memegang senternya, ditengah ada Sandy dan terbelakang Landy yang tak bisa berhenti mencengkeram tangan Sandy.
        Mungkin mereka berjalan menyusuri sebuah lorong gelap lebih dari 15 menit. Tiba-tiba, jalan menjadi buntu. Sandy-Landy dan John bimbang, apa yang harus mereka lakukan sekarang. Lalu, Sandy mulai meraba-raba dinding batu-bata itu. John langsung paham apa maksud Sandy, jalan rahasia. Ia juga langsung meraba-raba dinding lorong itu. Hanya Landy yang terus memegang pinggang Sandy hingga Sandy marah.
        “Bisa tidak sih kau berhenti mencengkeram pinggang atau tanganku! Dasar pengecut!” bentak Sandy sambil melepaskan tangan Landy dari pinggangnya. Landy hanya tertunduk. John berjalan semakin dekat dengan batas jalan dan Sandy hanya 8 inci dibelakangnya. Sedangkan seperti biasa, Landy tetap tidak mau jauh-jauh dari kembarannya. Saat itu juga John terperosok ke dalam sebuah lubang yang asalnya sebuah lantai besi. John menarik baju Sandy dan Landy yang memegang rok Sandy, ikut jatuh juga bersama Sandy dan John.
        “AAaaaaaaaa……..” teriak Landy nyaring. Sandy dan John sama sekali tidak berteriak, hanya Landy saja. Dan anehnya, lubang itu dipenuhi akar gantung. John yang jatuhnya berjarak jauh dengan Sandy-Landy langsung meraih salah satu akar itu. Lalu, Sandy juga meraih kaki John. Hanya Landy yang menutup mata dan berteriak tidak meraih kaki atau tangan yang Sandy ulurkan agar Landy dapat menggapainya. 
        “SANDY!!!!!!!!!!!!!!” teriak Landy keras.
        “LANDY!!!!!!!!!!!!!” balas Sandy.
        Landy masih tetap berteriak. Tetapi, mungkin karena sudah lama, banyak batu-batu yang menghalangi lubang itu. Landy berkali-kali terbentur kepalanya pada batu-batu itu. Akhirnya, ia pun pingsan dan mendarat di sebuah kolam lumpur.



Terjatuh Lagi

        Sandy dan John masih memegangi akar gantung yang dicapai oleh John. Sandy melihat ke sekitar. Ternyata, mungkin 3 meter di depan mereka, terdapat sebuah lubang yang lumayan besar. Sandy memiliki ide untuk lompat ke lubang itu. Menurutnya itu sangat mudah. Sandy kan seorang pesenam profesional.
        “John, lihat itu! Lubang! Sepertinya ada terusannya.” kata Sandy.
        “Bagaimana caranya kita lompat ke sana? Itu terlalu jauh dan juga terlalu kecil!” desah John.
        “Mudah saja. Lihat aku!” seru Sandy. Ia berayun dan melepas pegangannya di kaki John dan melompat ke arah lubang yang kecil itu. Sandy salto di udara dan memasuki lubang itu seperti sedang meluncur, “Ayo! Sekarang giliranmu! Akar itu takkan menahanmu dalam waktu lama!”
        “Sandy, bagaimana… kau melakukannya?!” seru John tidak percaya.
        “Mudahlah. Aku kan seorang pesenam! Ayo lompat, aku akan mundur!” jawab Sandy santai. Akhirnya, John berayun-ayun dulu, lalu ia pun melompat. Namun, hanya tangannya aja yang meraih lubang itu. Kemudian, Sandy pun membantunya naik. Ia menarik tangan John (ternyata Sandy juga gadis yang kuat ya!) sampai belum 5 detik John sudah duduk melengkung di belakang Sandy.
        “Kau ini payah sekali! Seperti nenek-nenek usia 70 tahun!” kata Sandy dengan nada mengejek. Lalu, Sandy merangkak di depan John. Lubang itu kecil dan agak pengap. Jadi, Sandy dan John harus merangkak untuk menyusuri lubang itu.
        30 menit telah berlalu. Namun, Sandy dan John masih tetap merangkak. Sandy ingin menemui Landy. Dan pastinya, John akan selalu membantu Sandy-Landy bila mereka dalam masalah. Tiba-tiba, Sandy menyuruh John untuk berhenti.
        “Ada apa, Sandy?” tanya John.
        “Aku mendengar suara reruntuhan. Tapi, aku tidak tahu asal suara itu.” jawab Sandy sambil melirik-lirik, “Ya sudah. Ayo kita merangkak lagi.” John hanya mengangkat bahu. Akhirnya, Sandy dan John merangkak lagi. Namun, sepertinya baru beberapa meter dari tempat Sandy dan John berhenti, tanah yang Sandy pijak keropos dan langsung berlubang besar. Mungkin ukurannya seukuran Sandy. Kemudian, Sandy pun terjatuh (tanpa teriak, tentu saja.)
        “SANDY!!!!!!!!” teriak John memanggil Sandy keras. Sandy jatuh ke seluncuran raksasa, dan menghilang sebelum 2 detik berlalu.





Sandy Pingsan, Landy Sadar

        “Ah…” Landy mengeluh saat sadar. Dia terbawa arus kolam lumpur raksasa itu. Jadi, saat Landy sadar ia sudah ada di atas tanah. Tubuhnya kotor dipenuhi lumpur. Sedangkan 10 inci di depan kakinya terdapat kolam lumpur yang membawanya ke sini, “Kepalaku… Dimana aku? Dimana Sandy dan John?” Ternyata, Landy tidak bisa mengingat apa yang terjadi sebelumnya.
        Setelah 2 menit penuh berusaha mengingat-ingat, Landy akhirnya ingat juga. Ia, Sandy, dan John terjatuh ke dalam sebuah lubang dan karena Landy tidak berhasil menggapai tangan Sandy, ia terjatuh ke dalam. Kepalanya terbentur batu-batu dan akhirnya ia mendarat di sebuah kolam lumpur.
        Baru saja Landy mengingat apa yang terjadi, ia merasa 1000 semut berjalan di tubuhnya. Ternyata, tubuhnya gatal-gatal dilumuri lumpur.
        “Ya ampun! Gatalnya. Tubuhku dilumuri lumpur. Aku harus menemukan mata air.”
        Landy berjalan dengan lumpur di tubuhnya. Berharap bisa menemukan sebuah mata air dan membersihkan dirinya dari lumpur. Landy melihat banyak sekali lubang-lubang seukuran seekor kucing remaja. Landy menemukan sebuah lubang yang bisa ia panjat. Landy merangkak naik ke dalam lubang itu, mungkin saja ada mata air. Atau mungkin, ia bisa menemukan Sandy dan John.
        Sandy melihat terang di depannya. “Apa mungkin, itu adalah jalan keluar?” gumam Sandy dalam hati. Seluncuran raksasa itu sangat gelap. Tak ada cahaya yang masuk. Sandy semakin dekat dengan cahaya itu. Sampai akhirnya, seluncuran tertutup tadi menjadi terbuka. Sedangkan, Sandy melihat waduk kecil di bawahnya. Ia pun berguling dan lompat dari seluncuran itu. Malangnya, saat Sandy berguling-lompat, Sandy terbentur sisi seluncuran raksasa itu sangat keras. Jadi, ia pingsan dan tenggelam di waduk kecil itu.
        Landy semakin kesulitan memanjat seluncuran dalam lubang tersebut. Karena, semakin jauh semakin tinggi. Kalau tubuh Landy tidak licin dengan lumpur, ia pasti memanjat dengan cepat. Landy juga merasa kesakitan atas kakinya yang telanjang itu.
        “Kakiku! Kalau saja aku bisa meraih tangan yang Sandy ulurkan padaku, aku pasti takkan kesulitan seperti ini!” keluh Landy dalam hati. Landy memanjat semakin jauh (dan juga semakin sulit). Sampai akhirnya, Landy menemukan sebuah cahaya terang di depannya, “cahaya! Itu pasti jalan keluar!” gumam Landy. Landy memanjat semakin cepat agar bisa keluar semakin cepat juga. Namun, ia hanya melihat seluncuran lain dan lubang besar di atap.
        “Sial!” umpatnya. “Aku pikir aku akan keluar dari sini atau menemukan Sandy dan John! Ternyata, hanya seluncuran yang terbuka! Payah!” keluh Landy lagi. Lutut Landy yang menahannya agar tidak jatuh, malah lepas kendali dan terpeleset. Landy kembali ke seluncuran semula, “AAaaaaaaaaaaa……..!!!!!!!!!” Namun, ada 2 jalan seluncuran. Sedangkan Landy tidak kembali ke seluncuran semula. Ia ke seluncuran lain.
        “SANDY!!! APA KAU MENDENGARKU???!!!!!!!” teriak John nyaring dengan mengamati seluncuran tadi dengan senternya. Tangannya menyangga di sudut lain permukaan seluncuran raksasa itu. Namun, tanah tempat dimana  John menyangga tangan kanannya malah keropos. Kemudian, John juga ikut terjatuh ke seluncuran raksasa itu.








Orang-Orang Jahat Yang Familier

        John masih berseluncur di atas seluncuran raksasa itu. Lama-kelamaan, John menemukan cahaya sama yang ditemukan Sandy-Landy. John sempat berpikir bahwa itu jalan keluar. Sama seperti pikiran Sandy-Landy. Ternyata, ia salah juga. Itu hanya seluncuran yang terbuka. Ternyata, John juga memiliki pikiran sama dengan Sandy, berguling-lompat karena di bawahnya ada waduk kecil. Untungnya, John tidak bernasib sial seperti Sandy yang terbentur kepalanya hingga pingsan.
        “AAaaaaaaaa……!!!!!!!!” teriak Landy semakin keras. Akhirnya, Landy menemukan cahaya yang sama seperti sebelumnya. Tapi, itu bukan seluncuran terusan. itu malah pintu keluar dari seluncuran panjang , tinggi, dan gelap itu. Landy terlempar cukup jauh saat meluncur cepat keluar dari seluncuran tersebut (dan juga sambil berteriak) yang ketinggiannya mungkin 4 meter dari tanah. Lalu, terdengar bunyi ‘DUG’ saat Landy terbanting. Landy pun pingsan.
        John masuk ke dalam waduk kecil itu. Waduk itu dalamnya ternyata lebih dari 10 meter. John hampir berbalik dan berenang keluar dari waduk kecil tersebut sampai ia melihat warna mencolok dari dasar waduk tersebut. Karena John penasaran, John menyelam lebih dalam lagi. Dan, ia memang menemukan Sandy. John terbelalak. Lalu, John segera membawa Sandy keluar dari waduk itu. Dengan sesegera mungkin, John langsung menekan dada Sandy.
        “Ayolah, Sandy! Bangun!” kata John. Ia menekan-nekan dada Sandy sekuat tenaga. Setelah 6 kali ditekan-tekan dadanya dan pipinya ditampar-tampar, Sandy pun sadar. Sandy terbatuk-batuk dan air-air keluar dari mulutnya, “Sandy! Kamu baik-baik saja kan?”
        “Kepalaku…. Mana Landy?!” tanya Sandy dengan nada cemas.
        “Kita masih mencari Landy, Sandy. Tadi aku menemukanmu pingsan di dasar waduk itu.”
        “Kita harus bergegas. Kita harus pergi secepat mungkin.” kata Sandy. Sandy pun bangkit dan berlari menuju suatu terowongan di sebelah kirinya. John pun ikut menyusulnya.
        Landy menggerakan pergelangan tangannya. Kemudian, perlahan-lahan, ia mulai membuka matanya. Landy langsung menyentuh kepala belakangnya. Namun, saat Landy berusaha berdiri, Landy mendengar suara langkah kaki.
        “Ada orang di sini!” gumam Landy tak percaya. Landy langsung berlari ke arah terowongan di mana ia mendengarkan suara langkah-langkah kaki itu. Ternyata, memang sekelompok orang sedang berjalan menyusuri terowongan itu. Anehnya, mereka semua mengenakan jubah merah. Karena Landy khawatir, ia berlari menuju sebuah terowongan. Namun, tanpa sadar gelang plastik Landy terjatuh di tanah tempat Landy pingsan tadi. Dan di dekat tanah itu terdapat sebuah meja batu dan terdapat 5 kursi batu yang mengitari meja tersebut. Landy juga tanpa sadar meninggalkan jejak lumpur.
        “Aku sungguh tak percaya kalian melakukan itu!” bentak seorang wanita saat mereka semua sudah duduk di kursi masing-masing. Anehnya, suara itu sangat familier bagi Landy.
        “Kalian tahu tidak?! Itu kan sangat beresiko!” kata seorang pria, “Bisa-bisa, rencana kita gagal untuk meledakkan 10 gedung sekaligus!” Landy terbelalak saat mendengar ‘meledakkan 10 gedung sekaligus’. Tiba-tiba, mereka semua membuka topengnya. Landy lebih terbelalak dari sebelumnya! Mereka adalah : Mr. dan Mrs. Mackey, pelatih-pelatih teaternya; Ms. Switzy, pelatih baletnya Sandy dan John; dan juga Pearch dan Nessie, musuh bubuyutannya dan Sandy. Landy hanya menganga, bola matanya langsung mengecil di ruangan tegang itu, keringatnya sebesar biji-biji jagung.
        “Maafkan kami. Niat pertama kami hanyalah ingin mengejutkan Sandy-Landy dan John karena kami sebal pada mereka. Tapi, pintu kayunya tiba-tiba terbuka dan mereka semua terkunci di dalam sini.” desah Nessie.
        “Mari, kita lupakan semua ini. Kita harus fokus! Fokus pada peledakkan asrama ini dan sekolah di mana kita bekerja serta gedung-gedung di sekitarnya!” sela Ms. Switzy. Landy tersentak. “Jadi, mereka akan meledakkan asrama di seberang sekolahku, sekolahku, dan juga 8 gedung di sekitarnya?!” kata Landy dalam hati. Akhirnya, ia sadar sekarang ia berada di bawah asrama seberang sekolahnya. Tiba-tiba saja, Landy mendengar suara langkah kaki lain. Dari arah terowongan di seberangnya. Ternyata, muncullah 2 orang yang sangat familier bagi Landy, Sandy dan John. Saat Sandy ingin berlari untuk menghampiri Landy (baru kaki kanannya saja yang nampak keluar dari terowongan) John menarik baju Sandy.
        “Ada apa?! Apa kau tidak mau aku bertemu dengan Landy?!” bentak Sandy emosi (tapi membentak-nya sambil bisik-bisik).
        “Tenanglah, Sandy. Lihat itu!” kata John sambil menunjuk sekelompok orang berjubah merah itu, “Itu adalah guru-guru kita dan musuh-musuh kita!”
        Landy berbisik-bisik tanpa suara pada Sandy dan John yang berdiri di seberangnya. Sandy langsung paham apa yang dikatakan Landy. Sandy cukup paham bahasa bibir.
        “Tidak mungkin! Ms. Switzy, Mr. dan Mrs. Mackey, serta Pearch dan Nessie ingin meledakkan 10 gedung sekaligus?” bisik Sandy kaget.
        “Kalau begitu lebih baik kita mendengarkan saja.” saran John. Sandy-Landy dan John bersama-sama mendengarkan pembicaraan guru-guru dan musuh mereka itu.
        “Luke (nama aslinya Mr. Mackey)! Mana bom-nya? Apa kau sudah membelinya dari pedagang senjata India ilegal itu?” tanya Ms. Switzy.
        “Tentu, Arlene (Ms. Switzy). Tapi, tepatnya adalah mencuri bukan membeli.” jawab Mr. Mackey.
        “Rose (Mrs. Mackey), jangan beritahu kami bahwa suamimu itu mencuri lagi!” kata Ms. Switzy.
        “Arlene, kalau kami membelinya, kami bisa kehabisan 1 juta euro! Kami tentunya tak mau mengambil resiko!” jawab Mrs. Mackey santai.
        “Apakah tipe bom-nya sesuai?” tanya Nessie.
        “Yep. Sangat sesuai, tapi, lebih praktis.” jawab Mr. Mackey.
        “Apa maksudnya dengan ‘lebih praktis’? tanya Ms. Switzy.
        “Maksudnya adalah, tipenya memang sesuai. Tapi, cara pemasangannya praktis,” ujar Mrs. Mackey sambil mengambil salah satu bom yang terdapat di tas suaminya. Bentuknya seperti tabung, tapi tipis. Mrs. Mackey memencet tombol berwarna biru di bom itu. Lalu, keluar sebuah pisau tajam yang menempel pada ujung bom bercahaya itu. “Pisau ini adalah alat untuk menancapkan bomnya. Saat bom ini sudah kita tancapkan, timer-nya akan segera aktif. Bom-nya akan meledak dalam waktu 3 menit.”
        “Bukankah timer-nya terlalu cepat? Aku sudah menyuruh kalian untuk membeli bom yang timer-nya 10 menit! Apa perkataanku kurang jelas?!” bentak Ms. Switzy.
        “Mudah saja, Arlene. Kita bisa mengganti timer-nya. Bom ini bom pintar. Letakkan saja jari tengahmu di tengah-tengah bom-nya. Itu artinya kamu mau pakai timer 10 menit.” jelas Mr. Mackey.
        “Tapi, dimana kita harus menancapkan bom-nya?” tanya Nessie.
        “Di bawah aula masing-masing sekolah. Aula kan ada di pusat sekolah.” jawab Mrs. Mackey.
        “Aku set…” Sebelum Nessie selesai bicara, Pearch mengangkat telunjuk dan melarak-lirik. Lalu, Pearch menunjuk ke tanah. “Jejak lumpur!” seru Pearch. Sandy-Landy dan John langsung terbelalak. Landy juga baru sadar bahwa tubuhnya masih dilumuri lumpur.
        “Dan, sebuah gelang plastik! Rose, bukankah gelang plastik ini adalah aksesori yang kau berikan pada anggota teater-mu?” tanya Ms. Switzy.
        “Tepat sekali. Aksesori pemeran utama.” jawab Mrs. Mackey.
        “Apakah itu Sandy-Landy dan John?” tanya Nessie.
        “Mungkin. Pearch, Nessie, kalian pergi ke terowongan kiri (tempat Landy bersembunyi). Rose, Arlene, kalian ikut aku ke terowongan sebelah kanan (tempat Sandy dan John bersembunyi).” perintah Mr. Mackey. Mendengar hal itu, Landy langsung berlari. Tentunya Sandy dan John juga. Landy pun sadar ia tetap meninggalkan jejak lumpur. Tapi, Sandy dan John masih belum sadar bahwa mereka meninggalkan jejak air (karena mereka berdua basah).






“Kalian Terperangkap!”

        Sandy dan John terus berlari kembali ke waduk kecil tadi. Saat sudah kembali ke waduk tersebut, Sandy memiliki sebuah ide. Lalu, dengan segera ia membisikkannya pada John. John langsung mengangguk. Mereka bedua pun menyelam ke dalam waduk itu. Agar Ms. Switzy, Mr. dan Mrs. Mackey percaya mereka bersembunyi di dalam waduk tersebut, Sandy menebalkan jejak kakinya (Saat ide yang tadi muncul di pikiran Sandy, Sandy juga sadar jejak-jejak yang ditinggalkan).
        Landy berusaha berlari lebih cepat. Tapi, kerikil-kerikil di dalam terowongan itu sangat kasar dan menyakiti kaki-kaki telanjangnya. Saat itu juga, terowongannya menjadi buntu. Tapi, dengan cepat Landy menemukan sebuah lubang di dinding terowongan tersebut. Landy langsung meraih ujung lubang itu dan merangkak masuk.
        Ms. Switzy, Mr. dan Mrs. Mackey kebingungan saat berhenti tepat di depan waduk tempat Sandy dan John bersembunyi. Ms. Switzy menemukan jejak kaki yang Sandy tebalkan.
        “Ini pasti jejak kaki seseorang yang bersembunyi di dalam waduk kecil ini. Ayo kita periksa!” kata Ms. Switzy. Pertama-tama, Ms. Switzy masuk ke waduk itu. Kemudian disusul Mr. dan Mrs. Mackey. Sedangkan di dalam waduk (tempat Sandy dan John bersembunyi), Sandy mengangguk pada John. Pada kedalaman 3 meter, Ms. Switzy, Mr. dan Mrs. Mackey semakin kesulitan menyelam. Mereka bukan kesulitan bernapas tapi kesulitan melihat. Waduk itu semakin dalam semakin gelap. Saat itu juga Sandy dan John memanfaatkan keadaaan. Mereka berenang melintasi guru-guru mereka yang kesulitan menyelam. Untungnya, guru-guru mereka tidak melihat atau merasakan ada sesuatu yang melintasi mereka. Saat Sandy dan John keluar, mereka melihat penutup waduk itu. beesi bulat yang karatan serta berlubang-lubang persegi. John menutup waduk itu. Sedangkan Sandy menguncinya dengan memutar sebuah kawat. Saat John menutup (tepatnya membanting) penutup waduk itu terdengar oleh Mrs. Mackey. Ia langsung menarik tangan suaminya bermaksud untuk memberitahunya. Mr. Mackey juga memberitahu Ms. Switzy. Mereka langsung berbalik. Namun, mereka terlambat. Sandy dan John berdiri di depan waduk itu. Sedangkan hanya muncul tiga kepala dari waduk tersebut.
        “Kalian terperangkap!!” seru Sandy dan John. Saat itu juga, Sandy dan John meninggalkan guru-guru mereka di dalam waduk itu dan mencari Landy. Ms. Switzy menggerutu kesal. Mrs. Mackey menggoyang-goyangkan penutup waduk itu sekeras mungkin karena marah. Sedangkan Mr. Mackey meremas kuat-kuat penutup waduk tersebut dengan emosi yang tinggi.
        Di dalam lubang tempat dimana Landy berusaha melarikan diri dari Pearch dan Nessie sangat gelap. Untungnya, Landy masih bisa melihat karena ada cahaya bulan dari sela-sela lubang tersebut. Sedangkan, dari belakang, Landy mendengar suara Pearch dan Nessie yang merangkak mengejar Landy. Saat Landy mulai masuk terowongan itu sejauh 8 meter, ia menemukan terowongan kecil buntu di sampingnya. Kebetulan saja terowongan itu gelap, jadi, bila Landy bersembunyi disana, Pearch dan Nessie takkan menemukannya (Landy harap). Karena keputusannya sudah bulat, Landy masuk ke dalam terowongan buntu yang kecil itu. Semenit kemudian, muncul bayang-bayang cahaya senter. “Itu pasti Pearch dan Nessie!” kata Landy dalam hati. Kebetulan (lagi), Landy menemukan sebuah batang kayu di seberangnya. Tapi, Landy khawatir bila ia menjulurkan tangannya untuk mengambil batang itu, bisa-bisa terlihat oleh Pearch dan Nessie. Untungnya, saat Pearch berhenti tiba-tiba, Nessie jadi menabrak bokong Pearch. Dan tentu saja, Nessie yang emosional langsung memukul bokong Pearch hingga ia terjatuh (tentunya senter yang dipegang oleh Pearch juga jadi mereka tidak bisa melihat ke depan). Pearch juga membalas dengan cara menendang kaki Nessie dengan kakinya. Saat itu juga, Landy memanfaatkan keadaan tersebut. Ia menjulurkan tangannya untuk mengambil batang kayu di seberangnya dan melumuri batang itu dengan lumpur dan secepat mungkin mendorongnya ke depan (bermaksud untuk meyakinkan Pearch dan Nessie bahwa Landy merangkak ke depan). Pada akhirnya, Pearch mengakhiri pertengkarannya dengan Nessie.
        “Sudahlah! Nanti kita lanjutkan pertengkaran ini! Sekarang, kita masih memiliki tugas penting yang perlu diselesaikan!!!” bentak Pearch.
        “Kau yang mulai! Kalau kau tidak berhenti tiba-tiba, aku tidak akan memukul bokongmu! Ayo kita lanjutkan!” kata Nessie. Pearch langsung menatap sinis kakaknya, lalu ia memungut senter yang jatuh di depannya dan melanjutkan pencarian Landy. Sedangkan di terowongan buntu tempat Landy bersembunyi, Landy berharap agar Pearch dan Nessie tidak dapat melihatnya. Sinar senter yang dipegang oleh Pearch semakin dekat dan terang. Dan akhrinya, Landy melihat setengah dari senter hitam yang dipegang oleh Pearch. Dan, tangan Pearch muncul. Dalam  sedetik, Pearch muncul di depan Landy. Dalam 3 detik, Nessie merangkak di depan Landy. Landy menelan air ludahnya. Tapi, karena kurang telitinya Pearch, ia tidak dapat melihat Landy. Untungnya, baru 5 detik Pearch dan Nessie merangkak lebih jauh dari Landy, terdengar suara teriakan. Karena Landy kaget, ia menunjukkan dirinya. Tapi, ia tidak melihat siapapun. Ternyata, Pearch dan Nessie jatuh ke dalam lubang sedalam 3 meter.
        “Nessie, lihat! Itu Landy!” teriak Pearch.
        “Dia tidak penting lagi dasar idiot! Yang penting kita harus keluar dari sini secepatnya!” bentak Nessie.
        “Sampai jumpa!” seru Landy senang. Ia merangkak kembali ke jalur semula dan meninggalkan Pearch dan Nessie.







Pemain Piano Kutubuku

        Sandy dan John berlari kembali ke ruangan meja batu. Landy juga ada di sana. Sandy-Landy pun saling berpelukan. John juga memeluk kedua sahabatnya.
        “Hey, lihat itu!” seru Sandy sambil menunjuk jejak sepatu yang guru-guru dan musuh-musuh mereka pakai.
        “Kita bisa mengikuti jejak-jejak itu dan menemukan jalan keluar!” seru John.
        “Ayo kita ikuti!” seru Sandy. Landy pun mengangguk.
        Mereka terus berlari mengikuti jejak kaki orang-orang jahat yang sebelumnya ingin menangkap mereka. Sandy berlari terdepan (memang seharusnya John yang terdepan, tapi, ia larinya lambat. Jadi, Sandy suruh John menyingkir). Saat itu juga, Sandy melihat cahaya. Senyumnya merekah, ia segera berlari menuju cahaya itu. Landy segera mengikuti kembarannya yang berlari cepat itu. Sedangkan, John mengawasi di belakang. Semakin dekat dengan cahaya itu, semakin dalam genangan airnya. Sandy tidak mempedulikan air genangan kotor yang membasahi kakinya. Tapi, Landy menunjukkan wajah jijik dengan hal itu. John, dia biasa-biasa saja.
        “Cahaya!” seru Sandy sangat riang. Ia berlari lebih cepat dari biasanya saking girangnya.
        “Sandy, tunggu!” teriak Landy.
        “Hey, pelan-pelan sajalah!” teriak John berlari mengikuti Sandy-Landy. Sandy langsung memanjat sebuah tangga besi yang sudah karatan dan mengintip sebuah penutup seperti penutup waduk tempat mereka menangkap guru-guru mereka untuk melihat ada apa di luar sana.
        “Ini sebuah toilet. Toilet yang besar seperti untuk mandi,” ujar Sandy. “Tunggu dulu, sepertinya aku mengenal tempat ini. Ini adalah toilet untuk mandi para murid di asrama seberang sekolah kita!”
        “Ya. Aku juga baru tahu kita berada di bawah asrama seberang sekolah.” ujar Landy.
        “Jadi jalan keluar kita adalah toilet?” tanya John. Sandy-Landy mengangguk.
        “Tunggu!” Tiba-tiba, Landy menyuruh Sandy dan John untuk diam.
        “Ada apa?” tanya John.
        “Kau mendengarnya? Suara langkah kaki!” bisik Landy.
        “Semuanya, waspadalah!” kata Sandy. Muncul sebuah bayangan. Bayangan tersebut semakin jelas. Awalnya, bayangan itu seperti berjalan santai. Tapi, mungkin karena melihat cahaya senternya John, bayangan itu berlari semakin cepat menghampiri Sandy Landy dan John. Saat itu juga, Sandy-Landy dan John tersentak, bayangan misterius yang ingin menghampiri Sandy Landy dan John adalah…
        “COLLINE!!!!!!” seru Sandy-Landy dan John.
        “Apa yang kalian lakukan disini?! Dimana Mr. dan Mrs. Mackey? Ms. Switzy? Pearch dan Nessie?” bentak Colline galak.
        “Kau tahu tentang mereka? Kau tahu tentang… KAU SALAH SATU DARI MEREKA ‘KAN???!!!!!!!!!!!!!!” bentak Sandy lebih galak dan emosi daripada Colline. Senyum licik dari wajak Colline merekah. Dan, ia berjalan santai 2 meter menuju Sandy Landy dan John.
        “Lama sekali kau baru menyadarinya. Dasar bodoh! Pembuatnya pertama kali adalah Ms. Switzy sewaktu ia masih kuliah. Kami melakukannya semua ini karena kami ingin membasmi semua keturunan keluarga Jardin. Usaha mereka kan dibangun di jalan ini dan kepala sekolah kita adalah keturunan tertua keluarga Jardin. Aku bergabung dalam kelompok ini baru 7 bulan. Sepertinya kalian berhasil mengalahkan mereka ya?” kata Colline.
        “Ya. Tapi, kenapa kalian dendam pada keluarga Jardin? Mereka kan keluarga baik-baik. ” tanya Landy dengan nada heran.
        “Itu semua karena mereka memperlakukan Mr. dan Mrs. Mackey serta Ms. Switzy seperti budak mereka. Pearch, Nessie, dan aku juga merasa dikucilkan oleh keluarga itu,” jelasnya. “Aku yakin kalian mau keluar dari sini, tapi… aku tidak akan MEMBIARKAN HAL ITU TERJADI!!!!!!” seru Colline. Ia langsung membentuk kuda-kuda dan menantang Sandy-Landy dan John.
        “Kalian pergi saja. Aku akan mengatasi Colline.” kata John.
        “Apa kau yakin?” tanya Landy cemas.
        “Ya, aku yakin.” kata John dengan nada merendahkan kemampuan beladiri Colline.
        “Hey, John! Aku memang hanya pemusik piano dan gadis kutubuku di sekolah. Tapi, sekarang aku berbeda. Aku sangat menguasai teknik semua beladiri. Aikido, taek won do, karate, judo. Aku ahli dalam banyak beladiri. Jadi, berhati-hatilah bila kau tidak mau ada anggota tubuhmu yang aku patahkan!” seru Colline. Mendengar hal itu, John menelan ludahnya, ia langsung berkeringat karena takut. Sandy mendesah saat ia melihat John ketakutan.
        “Apa kau yakin mau melawannya sendirian?” tanya Sandy santai (dari nadanya, ia merendahkan kemampuan beladiri John yang memang tidak bisa beladiri).
        “Ya, ten… tentu saja aku yakin. Kalian pergi saja.” ujar John mencoba menyembunyikan ketakutannya dari Sandy.
        “Ya sudah.” desah Sandy.







Mengalahkan Colline

        Ruangan itu semakin tengang setiap detiknya. Terutama John. Ia menyesal telah meremehkan Colline selama ini. Kalau Sandy jadi John, ia sih hanya bersantai dan dengan mudah mengalahkan Colline dengan satu tendangan saja.
        Colline dan John menunggu siapa yang akan menyerang duluan. Sandy mencoba membuka pintu jalan keluar tersebut, tapi, terkunci.
        “Sial! Pintunya terkunci!” kata Sandy. Landy juga ketakutan pada Colline dengan muka liciknya itu.
        “Sandy, cepat buka pintunya! Aku takut!” kata Landy.
        “Kau jangan asal memerintahkan saja! Kan aku sudah bilang pintunya TERKUNCI!!!” Sepertinya Landy membuat Sandy murka. Landy langsung merundukkan kepalanya.
        John mengawasi Colline baik-baik, begitu juga Colline yang menatap tajam John. John semakin tidak sabaran, akhirnya, ia membentuk tangannya menjadi tinju. Ia berlari menyerang Colline duluan.
        “KYAAA….!!!!!!!!!” teriak John bersemangat. Colline menunjukkan senyum liciknya lagi. Lalu, saat tinjunya John 10 inci dari dada Colline, Colline meraih tangan John dan melemparnya sampai jatuh dengan memasang senyum licik lagi.
        “Dasar bodoh! Kau pikir kau bisa mengalahkanku dengan mudah? Keep dreaming!” ledek Colline pada John yang sedang menggenggam erat tangan kanannya yang sakit itu.
        “KAU MEMANG BODOH, JOHN!!!!!! JANGAN SERANG DIA DULUAN!!!!!! ITU BERESIKO!” seru Sandy.
        “Sandy, lebih baik kau menyemangati John, bukan meledeknya!” tegur Landy. “AYO, JOHN!!!!!! PUKUL COLLINE!!!!!!!!” Sandy memutar bola matanya. Kemudian, ia melanjutkan membuka pintu terkunci itu.
        John bangkit. Ia langsung memasang kuda-kuda dan bersiap melawan Colline. John kali ini akan menggunakan teknik yang pernah Sandy beritahu dulu. John akan memancing Colline dengan pukulannya. John kembali menyerang Colline dengan tangan kirinya yang berbentuk tinju. Colline langsung meraih tangan John dan berniat untuk melakukan yang sama terhadap John. Akan tetapi, sebelum Colline melakukannya, John mengayunkan kaki kanannya dan menendang kaki kiri Colline hingga Colline jatuh dan melepaskan tangan John. Saat Sandy baru pertama kali memberitahu John tentang ini, John kelihatan bingung karena apa gunanya memancing lawan. Sekarang, John sudah mengerti. Tujuannya adalah agar lawan fokus hanya pada tangan John sedangkan ia tidak memperhatikan kakinya yang menjadi sasaran empuk, teknik yang sangat sederhana.
        “Sekarang, siapa yang bodoh dan mudah untuk ditipu?!” ledek John berdiri 10 inci dari Colline. Colline hanya bisa melihat betis John. Tiba-tiba senyum liciknya merekah lagi. Ia menarik kedua kaki John hingga John juga terjatuh. Colline lalu meninju pipi kiri John sekeras mungkin. Pipi kiri John langung memar.
        “Ya ampun! Sulit sekali membuka benda ini!” Sandy mengomel sendiri. Landy semakin khawatir pada John.
        “Sandy, sepertinya John membutuhkan bantuan darimu.” kata Landy.
        “Tunggu dulu! Aku kan masih mencoba membuka benda menyebalkan ini!” bentak Sandy. “Sepertinya aku harus meninjunya!”
        “Apa?! Apa kau gila, Sandy? Meninju besi? Itu hanya akan menyakiti tanganmu!” kata Landy.
        “Diam saja kau! Kalau kau punya kunci dari benda ini, aku tidak perlu meninjunya, dasar BODOH!!!!!!” bentak Sandy sangat galak. Landy langsung terdiam ia berjalan 1 meter untuk melihat pertarungan John dan Colline lebih jelas lagi. Sandy membentuk tangannya menjadi tinju dan bersiap untuk mematahkan tulangnya sendiri (bila Sandy gagal, pastinya ia akan mematahkan tulang-tulangnya sendiri). Akhirnya, Sandy mengayunkan tinjunya.
        “KYAAA!!!!!!” Landy (yang sedang membelakangi Sandy) tahu, bila Sandy sudah berteriak seperti itu, Sandy pasti sedang mencoba meninju penutup besi yang keras itu. Landy langsung menutup matanya dan menggigit bibir bawahnya karena khawatir. Kemudian, sejurus kemudian terdengar bunyi ‘PRANG…’. Landy berpikir bahwa itu suara pantulan besi saat Sandy gagal meninjunya dan tulang jari Sandy patah semua. Tiba-tiba saja…
        “HORREEEEEEEEE!!!!!!!!!!!” Terdengar suara Sandy dengan nada girang. Landy yang heran langsung berbalik dan melihat keadaan kembarannya. Ternyata, Sandy berhasil meninju penutup besi tersebut, sampai jalan keluarnya terbuka!
        “Ba… bag… bagaimana kau melakukannya, Sandy?” tanya Landy sangat heran dan menganga selebar-lebarnya.
        “Tulang jari tengahku sedikit memar dan bengkok (sepertinya), tapi, AKU BERHASIL MEMBUKA JALAN KELUAR KITA!!!” seru Sandy “Sekarang, kau keluar dulu. Aku akan mengatasi idiot bernama Colline itu!” Mendengar perintah dari Sandy, Landy langsung memanjat tangga dan keluar dari tempat rahasia itu. Untung saja, sekarang pukul 1.00 dini hari. Jadi, tidak ada satu orang pun yang mengetahui Landy keluar dari selokan kamar mandi para murid di asrama seberang sekolahnya.
        Sandy mengawasi Colline baik-baik. Colline sedang mempermainkan John. Sandy mendesah dan mengatakan, “Dasar payah…L” dalam hatinya. Sandy mengambil penutup besi yang ia tinju tadi. Dan, ia membidiknya pada Colline. Lalu, Colline menendang John sangat keras hingga John terjatuh dan tidak menghalangi bidikan Sandy pada Colline lagi. Sandy langsung melempar besi itu seperti freesbee. ‘PRANG…’, bidikan Sandy tidak meleset, tepat mengenai ubun-ubun Colline. Dalam 2 menit penuh Colline pusing. Kemudian, karena marah, ia langsung berlari pada Sandy dengan tinju di tangan kanannya. Sandy masih berdiri di atas tangga yang hanya 2 meter, tapi, Sandy berdiri lebih rendah di ketinggian 1 meter. Saat Colline berlari di jarak 20 inci, Sandy langsung mengayunkan kakinya dan “BUG…”, Sandy menendang wajah Colline sangat keras hingga Colline jatuh pingsan. Biasanya, perlu tendangan 5 kaki untuk membuat Colline pingsan (Sandy memang gadis yang sangat kuat!). John yang menyaksikan itu, langsung menganga.
        “John! Apa kau mau tetap di sini sampai Colline bangun atau pulang ke rumahku?!” bentak Sandy mengagetkan John yang sedang heran.








Akhir Petualangan

        Untung saja, mobil Jeep Sandy belum diderek karena parkir di pinggir jalan sampai larut malam. Sandy langsung mengeluarkan kunci mobilnya. Landy sangat senang karena ia berhasil keluar dari tempat mengerikan tadi.
        “Akhirnya, kita bisa pulang. Aku sudah tidak tahan di tempat tadi.” kata Landy.
        “Tapi, kita harus menghubungi 911 agar penjahat-penjahat itu dipenjara!” kata Sandy.
        “Baiklah, aku akan menghubungi 911,” kata John sembari mengaktifkan ponselnya dan memencet angka 911 “Tidak perlu khawatir lagi. Aku sudah mengatasinya. Mereka akan segera diatasi oleh pihak yang berwajib.” tambah John setelah ia menghubungi 911.
        “Aku lapar, aku harus makan.” kata Landy.
        “Baiklah kita akan pulang ke rumah dan memesan makanan ke Mexican House (nama sebuah restoran Mexico). Tapi, aku tidak mau mentraktir kalian! Kalian bayar saja sendiri!” kata Sandy.
        “Tidak perlu khawatir. Aku masih punya 100 dolar di dompetku. Jadi, aku bisa bayar makananku sendiri!” kata John, membalas Sandy.
        “Kau pelit sekali, Sandy! Aku kan, kembaranmu. Seharusnya, kau menraktirku dong!” protes Landy.
        “Biasanya kan, kau punya banyak uang! Kau sendiri juga jarang menraktirku. Jadi…” Tiba-tiba, sesuatu muncul di dalam benak Sandy tentang Landy. “Jangan-jangan, kau sedang tidak punya uang ya?” ledek Sandy.
        “Tidak! Siapa bilang?! Aku masih punya 130 dolar. Tapi, aku akan memakainya untuk ke spa besok!” kata Landy dengan nada sombong.
        “Gara-gara kau terlalu feminim, kau menghabiskan 130 dolar hanya untuk ke spa?!” bentak Sandy agak kesal pada Landy.
        “Aku kan perempuan! Kalau kau sih bukan perempuan! Kau seperti laki-laki! Kau selalu bergaul dengan anak laki-laki!” bantah Landy.
        “Menurutku laki-laki lebih baik daripada perempuan. Soalnya, perempuan itu tidak asyik diajak bercanda, hangout, dan mereka kebanyakan pendiam, ya… pokoknya dalam hal-hal menyenangkan perempuan selalu tidak dapat beradaptasi! Yang dipentingkan, hanya kecantikan,  fashion, dan hal-hal yang paling dibenci oleh laki-laki!” protes Sandy. John hanya tertawa kecil. Sepanjang perjalanan pulang, Sandy-Landy berdebat terus.

        “Steak Fajita, carne asada, dan chimichanga. Dan, tolong antarkan makanan-makanan itu ke rumahku segera ya! Terima kasih.” kata Landy mengakhiri telepon. Landy menelepon restoran Mexican House yang buka 24 jam nonstop. Jadi, mereka bisa memesan ke restoran Mexican House kapanpun mereka mau. Sandy sedang menonton TV di ruang keluarga. Ia sedang menonton film menarik yang diputar pukul 01.30 berjudul “The Daughter Of Demon”. Kemudian, John masuk ke dalam rumah Sandy Landy setelah membeli beberapa menu desert.
        “Sandy, Landy, aku membeli burritos, gelato, dan ruchos. Aku simpan di meja makan ya.” seru John.
        “Diam! Aku sedang menonton film menarik! Oh ya, jangan makan gelato-nya ya! Aku akan menghabiskan yang satu itu!” teriak Sandy. Berbeda dengan Sandy yang agak mengabaikan makanan-makanan lezat yang dibelikan oleh John, Landy langsung berlari menuju ruang makan dan mencari ruchos.
        “Landy, ini kan untuk makanan penutupmu! Nanti kau mau makan apa untuk makanan penutup? Kau tidak boleh menghabiskan semuanya!” kata John saat Landy berencana untuk memakan sekotak kecil ruchos-nya. Landy akhirnya hanya mengambil sebuah ruchos dan memakannya. Tiba-tiba, bunyi bel terdengar dari depan rumah Sandy Landy.
        “Itu pasti dari Mexican House!” seru Landy. Ia menyimpan kembali ruchos-nya dan berlari ke pintu depan untuk mengambil makanan-makanan pesanannya.
        “Ini pesanan anda.” kata seorang pria yang langsung mengatakannya saat Landy membukakan pintu rumahnya. Pria itu mengenakan topi bertuliskan logo “Mexican house”. Landy langsung mengambil makanan-makanan tersebut dan memberikan 110 dolar pada karyawan Mexican House tersebut (tentu saja itu adalah hasih udunan uang Sandy-Landy dan John) dan tips sebanyak 15 dolar. Setelah itu, Landy menutup pintu dan membawa pesanan-pesanan itu ke ruang makan.
        “Sandy! Pesanannya sudah tiba!” panggil Landy saat ia berjalan melewati ruang keluarga. Tetapi, Sandy tidak ada disana “Sandy dimana ya? Masa bodohlah!” gumam Landy. Saat Landy sampai di ruang makan, ia melihat Sandy sedang menyajikan tiga gelas jus mangga. Landy langsung meletakkan makanan-makanan dari Mexican House dan menghidangkannya di piring. Sandy akan memakan carne asadna, kalau Landy memakan chimichanga, dan John akan memakan steak fajita favoritnya. John duduk di kursi utama, Sandy-Landy duduk berhadapan. Di sebelah piring mereka sudah ada segelas tinggi jus mangga. Mereka menyantap makanan mereka dengan cara yang gila-gilaan karena kelaparan.
        Keesokan harinya, Sandy-Landy dan John bangun sekitar pukul 12.30. Karena sudah terlalu malam, John terpaksa menginap di rumah Sandy-Landy. Mereka kan tidur jam 03.30, jadi, mereka sudah sepantasnya bangun siang. Hari ini adalah hari Kamis, tapi, karena ketiganya kelelahan, mereka memutuskan untuk izin (sebenarnya hanya Landy saja yang menghubungi wali kelas mereka untuk izin. Sedangkan, Sandy dan John malas untuk menghubungi wali kelas mereka dan bisa dibilang mereka berdua bolos…). Sandy membuka kulkas di dapur untuk mengambil teh nektar yang kemarin ia masukan ke dalam kulkas. Landy membereskan tempat tidurnya. Dan, John menyalakan TV di ruang keluarga. Kebetulan, pada pukul jam 12.30, ditayang sebuah acara berita spesial “Hollywood Special News”. Tiba-tiba, muncul berita tentang Ms. Switzy, Mr. dan Mrs. Mackey, Pearch dan Nessie, serta Colline. Tentu saja, John langsung memanggil Sandy Landy.
        “Sandy! Landy! Berita meliput tentang kejadian kemarin!” teriak John. Sandy langsung membanting gelas teh nektar-nya hingga pecah dan bergegas ke ruang keluarga. Landy langsung melemparkan selimut besarnya yang hampir rapi menjadi berantakan lagi dan berlari ke ruang keluarga. Mereka duduk mengapit John di sofa.
        “Telah ditemukan tempat rahasia di bawah sekolah West Hollywood High School dan Diamond Hollywood Boarding School. Dan, di tengah-tengah tempat rahasia tersebut, ditemukan 2 bom yang bisa meledakkan 10 gedung. Setelah bom tersebut dijinakkan oleh aparat kepolisian, mereka menelusuri tempat rahasia ini. Dan, mereka menemukan 5 orang dari West Hollywood High School : Arlene Switzy, Luke Mackey, Rosela Mackey, Pearch Cole, Nessie Cole, dan Colline McGarold. Sangat sulit untuk menemukan tersangka-tersangka ini. Karena, mereka tersembunyi di berbagai tempat. Sepertinya ada orang yang sengaja menjebak dan meninggalkan mereka disini. Dan, sekarang saya akan mewawancarai Nessie Cole,” Sandy memencet tombol pengeras suara agar terdengar lebih jelas lagi “Nona Cole, bisakah anda menjelaskan siapa yang telah menangkap dan menjebak anda di tempat rahasia itu?” tanya reporter wanita itu. Nessie menjawab, “Benar-benar memalukan aku ditangkap oleh… Kalian semua tidak perlu mengetahuinya! Kalian dasar orang-orang idiot! Pergi sana! PERGI!!!!!!!!!” Sandy-Landy dan John langsung tertawa terbahak-bahak. Nessie pasti malu bila semua orang mengetahui rival-rivalnya yang menjebak mereka. “Maaf pemirsa sekalian. Sepertinya saya tidak dapat mewawancara Nessie Cole. Sekian berita Hollywood Special News. Saya, Ally Gates melaporkan langsung dari depan West Hollywood High School dan Diamond Hollywood Boarding School.” Sandy-Landy dan John merasa bangga terhadap diri mereka sendiri. Apalagi, saat mereka mengetahui bahwa para penjahat itu akan dikirim ke penjara khusus di Bangladesh selama 20 tahun. Itu berarti, kota Hollywood tidak akan terancam bahaya lagi! Sandy Landy dan John adalah pahlawan Hollywood!!!!

No comments:

Post a Comment